BUAH
ROH
SEBAGAI KEY SPIRITUAL GROWTH INDICATOR (KSGI)
Dalam segala
bidang kehidupan ada suatu alat bantu pengukuran apakah kita berhasil dalam
menjalaninya. Misalnya dalam perjuangan kita menurunkan berat badan untuk
melawan obesitas, kita menggunakan standar kilogram (KG) untuk mengukur
keberhasilan kita. Dalam pendidikan ada buku rapor pendidikan yang menjadi
indikator dan menunjukkan nilai keberhasilan kita dalam menjalani proses belajar.
Dalam bisnis ada pengukuran yang disebut Key
Performance Indicator (KPI); suatu alat bantu pengukuran yang menunjukkan
keberhasilan perusahaan dalam menjalankan aktivitas yang terlihat dari
penjualan, biaya, profit yang dicapai, nilai per lembar saham, turn-over barang dan seterusnya. Seorang
pemimpin perusahaan akan fokus kepada hal-hal ini untuk dikelola, sehingga
lebih mudah baginya untuk mengelola segala sesuatu dengan alat bantu seperti
ini.
Jika kita
tidak dapat mengukurnya, maka kita tidak dapat mengelolanya (If you cannot measure it, you cannot manage
it).
Saya tergoda
untuk menyelidiki apakah dalam bidang pertumbuhan rohani dan pengenalan kita
kepada Kristus ada alat bantu untuk mengukurnya. Bukan berdasarkan pendapat
manusia yang bisa berbeda menurut manusia itu sendiri (dan bisa diperdebatkan),
tapi terutama berdasarkan pendapat Firman Tuhan / Alkitab. Saya percaya Alkitab
sebagai pedoman seluruh umat Allah pasti akan memuat hal yang sangat kritis
ini.
Ternyata
Allah sudah memberikan teladan melalui tindakan yang dilakukan Allah sejak
manusia diciptakan; khususnya melalui Yesus Kristus. Teladan Allah ini bisa
kita jadikan sebagai patokan dalam pertumbuhan rohani kita. Coba baca ayat
paling populer sepanjang masa berikut:
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia
ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
(Yohanes 3:16)
Kata kunci dari ayat di atas adakah kasih Allah. Berdasarkan kasih itu,
Allah bertindak menyerahkan anak-Nya yang tunggal. Rasul Paulus dengan tajam
menangkap pesan ini dan menuliskannya kembali dalam 1 Korintus 13:1-3:
Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan
semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai
kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala
rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang
sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama
sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada
padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak
mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.
Apakah kasih itu?
Rasul Paulus menjelaskan dalam ayat
berikutnya (4-8a):
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya
segala sesuatu, mengharapkan segala
sesuatu, sabar menanggung segala
sesuatu. Kasih tidak berkesudahan;....
(1Korintus 13:4-8a)
Jadi dari kata
kunci kasih memiliki penjabaran: sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak
memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari
keuntungan diri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak
bersukacita karena ketidakadilan, menutupi segala sesuatu, percaya segala
sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu, tidak berkesudahan (kekal).
Apakah ada ayat lain dalam Alkitab yang mirip
dan mendukung perilaku kasih seperti di atas ?
Ternyata ada.
Mari kita
lihat tulisan Rasul Paulus kepada Jemaat di Galatia:
Saudara-saudara,
memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan
kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat
tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" (Galatia
5:13-14)
Kasih.
Kata
yang sama terulang dengan tegas. Berikutnya Rasul Paulus menunjukkan bagaimana
kasih itu memiliki buah (buah Roh) yang menjadi sarana bagi kita untuk
mengukurnya. Ia mengkontraskan buah Roh dengan buah daging / keinginan daging /perbuatan
daging.
Maksudku
ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab
keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan
dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap
kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki. Akan tetapi jikalau kamu memberi
dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat. (16-18)
Perbuatan
daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan
berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri
sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan
sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat
dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan
mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. (19-21)
Tetapi buah
Roh ialah: kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa
menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa
nafsu dan keinginannya. (22-24)
Jika kita sandingkan 1 Korintus 13:4-8a dan Galatia
5:22-23:
1 Korintus
13:4-8a
|
Galatia
5:22-23
|
|
|
Kita gabungkan kedua ayat ini, maka akan
mendapatkan gambaran yang jelas tentang karakter yang dikehendaki Tuhan dalam
diri setiap anak-anak Tuhan.
1.
Kasih...
2.
sukacita,
(tidak bersukacita karena ketidakadilan),
3.
damai
sejahtera: hidup damai dengan semua orang (tidak cemburu),
4.
kesabaran
(sabar menanggung segala sesuatu),
5.
kemurahan
(murah hati, tidak menyimpan kesalahan orang lain),
6.
kebaikan
(baik hati, tidak mencari keuntungan diri, tidak sombong),
7.
kesetiaan
8.
kelemahlembutan
(menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu),
9.
penguasaan
diri (tidak melakukan yang tidak sopan),
Inilah Key Spiritual Growth Indicator.
Banyak baca
Alkitab, banyak berdoa, banyak bersekutu, banyak melayani ujungnya adalah
bertumbuh yaitu pengembangan karakter. Berapapun banyaknya pelatihan, camp,
retret atau pemberdayaan yang kita ikuti harus ada buahnya yaitu: pengembangan
karakter/buah Roh (buah kasih).
Tanpa kasih, segala sesuatu (segala karunia
Roh, segala jenis pelayanan, persekutuan, doa yang lama dan penuh pengorbanan, persembahan,
dst), akan sia-sia.
Jika ada seseorang mengaku sebagai anak
Tuhan, tapi tidak memenuhi 50% dari 9 rasa / point di atas, maka Anda sudah
tahu anak siapa dia sebenarnya.
Sekarang mari kita bedah satu persatu buah
Roh ini.
Buah Roh Kudus menjadi matang melalui
berbagai masalah/ujian yang dihadapi dan disiplin yang dijalani dalam perjalanan
hidup kita. Rasul Yakobus memotivasi kita agar selalu
bertekun ketika iman kita sedang diuji.
sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu
menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak
kekurangan suatu apapun. (Yakobus 1:3-4)
Buah Roh Kudus yang sudah matang bisa
dinikmati oleh orang lain (Mat. 3:8) dan memuliakan Allah Bapa (Flp. 1:11). Buah Roh pada
akhirnya akan menghasilkan kekudusan (Rm. 6:22)
Buah Roh (ho
karpos tou pneumatos) yang dijabarkan Rasul Paulus dalam Galatia 5:19 adalah
hasil yang harus tampak sebagai bukti dari pekerjaan (erga) Roh Kudus dalam diri kita. Buah Roh
adalah 1 (satu) buah yang akan muncul dalam diri seseorang yang terwujud dalam
9 (sembilan) rasa.
Studi kata berikut dirangkum dan dikembangkan dari Word Pictures in the New Testament dari
A.T. Robertson, Adam Clarke Commentary on
the Whole Bible dan Thayer's
Greek-English Lexicon of the New Testament karya Joseph Thayer[i]:
Kasih (Αγαπη = agapē). Suatu keinginan yang kuat
dan berkelanjutan untuk menyenangkan Allah dan melakukan hal-hal yang baik kepada sesama
manusia. Inilah yang menjadi inti (jiwa dan roh) dari kerohanian yang benar;
untuk mentaati Allah dan yang memberi energi kepada iman itu sendiri. (Lihat
Gal. 5:6) Kasih dengan panjang lebar sudah dijelaskan dalam 1 Korintus 13:1-13.
Kasih Agape adalah kasih Allah
sendiri. Lebih tinggi dari kasih philia (kasih persaudaraan/persahabatan), storge (kasih kekeluargaan) dan kasih erōs (cinta berahi/kasih suami-isteri).
Sukacita (Χαρα = chara). Sukacita ini muncul dari rasa
bersyukur karena jiwa yang sudah diampuni dari kejahatan dan dibebaskan dari
dosa karena belas kasihan Allah. Sehingga dilayakkan untuk
masuk dalam kemuliaan kekal. (Rm. 5:2). Oleh Roh Kudus kita diberikan kemampuan untuk bersukacita
dalam penderitaan.
Damai Sejahtera (Ειρηνη = eirēnē) adalah kemantapan, ketenangan, dan keteraturan yang
tinggal dalam jiwa yang sudah diselamatkan. Damai sejahtera menggantikan
keragu-raguan, ketakutan, rasa tidak aman, dan firasat mengerikan dari orang
berdosa yang belum ditebus. Damai sejahtera adalah rasa buah yang pertama kali
muncul atas pengampunan dosa. Rasul Paulus menyatakan:
Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman,
kita hidup dalam damai sejahtera
dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus (Roma 5:1).
Damai sejahtera hanya bisa diperoleh seorang
Putera jika ia memiliki pola berpikir/konsep yang
benar tentang Allah Bapa. Memiliki rasa cukup (fokus pada kebutuhan, bukan pada keinginan). Tanpa
damai sejahtera tidakmungkin seorang Putera bisa melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya
dengan tulus.
Ketiga rasa buah Roh di atas yaitu kasih,
sukacita dan damai sejahtera menunjukkan kualitas hubungan kita dengan Tuhan.
Kesabaran (Μακροθυμια = makrothumia).
Berkaitan dengan berpikiran panjang dan
jauh ke depan. Tahan menghadapi kelemahan dan tidak terpancing dengan sikap
orang lain yang menyebalkan, karena meyakini bahwa Tuhan sendiri sudah
menderita bagi kita. Kesabaran juga berkaitan dengan tahan menghadapi
penderitaan dan kejadian yang tidak mengenakkan, sehingga dapat mengambil
hikmah dari setiap peristiwa. Rasul Paulus memperjelas
konsep kesabaran melalui surat kedua kepada Jemaat di Korintus:
Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam
penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan
kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa; dalam
kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran,
dan kemurahan hati; dalam Roh Kudus dan kasih
yang tidak munafik; (2Korintus 6:4-6)
Kemurahan (Χρηστοτης = chrēstotēs). Kemurahan hati, keramahan, sebuah anugerah yang sangat
langka. Karakter ini sangat diharapkan oleh mayoritas dari para pengikut
Kristus sejati.
Inilah yang membedakan orang Kristen dengan orang-orang lainnya. Pendidikan
yang baik dan perilaku sopan-santun yang didukung oleh anugerah karakter kemurahan ini
akan memiliki dampak yang luar biasa.
Kebaikan (Αγαθωσυνη = agathōsunē). Kerinduan abadi dan keinginan
yang tulus untuk bukan hanya menghindari kejahatan, tapi melakukan kebaikan
kepada tubuh dan jiwa manusia semaksimal mungkin. Tapi semua tindakan ini harus
bersumber dari hati yang baik yaitu hati yang sudah dimurnikan oleh Roh Kudus. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang
tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. (Lukas
6:44)
Ketiga rasa buah Roh di atas yaitu kesabaran, kemurahan dan kebaikan menunjukkan kualitas hubungan
kita dengan sesama manusia.
Kesetiaan (Πιστις = pistis). Kata pistis di sini
digunakan untuk kesetiaan - ketepatan dalam memenuhi janji. Melaksanakan
komitmen. Mengembalikan barang yang dipinjam. Merawat barang yang dipercayakan
kepada kita. Kejujuran dan saling percaya dalam transaksi bisnis. Politikus
yang memenuhi janji kampanye. Pejabat yang melayani dengan jujur dan tidak
berlambat-lambat. Menjaga rahasia yang dipercayakan kepada kita. Jika seseorang
bekerja, ia akan mengerjakan dengan sebaik-baiknya dan berusaha tidak
mengecewakan majikan atau atasan.
Kesetiaan adalah dapat diandalkan, dapat dipercaya atau layak dipercaya.
Kata kesetiaan digunakan juga untuk kata iman/percaya.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari
selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum
Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan
diabaikan. (Matius 23:23).
Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia,
engkau telah setia memikul tanggung
jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab
dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
(Matius 25:23)
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu. (1 Korintus 13:7).
Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang
paling besar di antaranya ialah kasih. (1 Korintus 13:13).
Kelemahlembutan (Πραοτης· = prautēs). Kelembutan. Tidak kasar atau
kejam terhadap orang yang lemah, menderita atau orang berdosa. Jika ia pernah
dilukai dan ada kesempatan membalas, ia tidak membalas dendam. Lemah lembut
bertolak belakang dengan angkara murka (anger).
Lemah lembut juga sangat berbeda dengan lemah gemulai, ketidaktegasan, tidak
bisa membuat keputusan atau kelemahan karakter. Kelemahlembutan mengandung
arti kuda jantan liar, dewasa dan perkasa, tapi sudah dijinakkan. Orang yang
lemah lembut, menunjukkan kombinasi kekuatan, pengendalian diri dan keanggunan.
Mengendalikan diri dari semua emosi negatif dan hawa nafsu jahat.
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan
memiliki bumi. (Matius 5:5)
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah
pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan
rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Matius 11:29)
Apakah yang kamu kehendaki? Haruskah aku
datang kepadamu dengan cambuk atau dengan kasih dan dengan hati yang lemah lembut? (1Korintus 4:21).
Aku, Paulus, seorang yang tidak berani bila
berhadapan muka dengan kamu, tetapi berani terhadap kamu bila berjauhan, aku
memperingatkan kamu demi Kristus yang lemah
lembut dan ramah. (2Korintus 10:1)
Penguasaan diri (Εγκρατεια· = egkrateia)[ii].
Pertarakan - kontinensia, membatasi diri atau
moderasi, terutama berkaitan dengan nafsu sensual atau nafsu hewani. Membatasi
diri dalam makan, minum, tidur, dll.
Tetapi ketika Paulus berbicara tentang kebenaran, penguasaan diri dan penghakiman yang
akan datang, Feliks menjadi takut dan berkata: "Cukuplah dahulu dan
pergilah sekarang; apabila ada kesempatan baik, aku akan menyuruh memanggil
engkau." (Kisah Para Rasul 24:25)
dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan
diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan,
(2Petrus
1:6)
Ketiga rasa buah Roh di atas yaitu kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri menunjukkan kualitas
hubungan pribadi kita dengan diri sendiri.
Jika kita gambarkan, 9 rasa buah Roh beserta kualitas hubungan pribadi
kepada Allah, kepada sesama dan kepada kepada diri sendiri akan membentuk salib
seperti berikut:
Seorang
anak Tuhan dan seorang Pemimpin yang hidupnya
dihiasi oleh 9 rasa buah Roh di atas, tidak dapat dihukum oleh hukum apapun;
karena tujuan keseluruhan dan rancangan hukum moral Allah terpenuhi
pada anak Tuhan yang memiliki Roh Allah.
Buah Roh yang sudah dihasilkan dalam hati seorang anak Tuhan akan terus
menerus dirawat dan dikembangkan; dan menjadi matang, sehingga Anda sebagai
seorang anak Tuhan siap menjadi seorang Bapa/Ibu rohani bagi anak
Tuhan lain yang masih bertumbuh.
[i] Archibald Thomas
Robertson, Word Pictures in the New
Testament, B&H Academic; Concise edition (August 1, 2000). Adam Clarke's, Commentary
on the Whole Bible-Volume 6A-Romans through Colossians, [Kindle Edition],
31 August, 2011. Joseph Thayer, Thayer's Greek-English Lexicon of the New
Testament: Coded with Strong's Concordance Numbers, Rei Sub edition,
Hendrickson Publishers; 1996.
[ii]
Kata egkratēs,
hanya terdapat dalam Kisah Para Rasul 24:25 dan 2Petrus 1:6. Paulus memiliki daftar yang lebih baik daripada empat
kebajikan utama filsafat aliran Stoa yaitu pengendalian diri (temperance), kehati-hatian (prudence),
ketabahan (fortitude),
keadilan
(justice).
Kata Pengendalian diri (temperance),
sama-sama digunakan, tapi kebaikan
lebih baik daripada keadilan, kesabaran lebih baik daripada ketabahan, kasih lebih baik daripada kehati-hatian.
Paulus sendiri pernah dididik dengan pola pikir filsafat Stoa di bawah
bimbingan Rabi Gamaliel.
0 comments:
Post a Comment